P
|
agi itu adalah pagi pertama kami menghirup
udara Mekkah, kami semua masih mengenakan pakaian ihram dan siap akan melaksanakan
kewajiban haji dengan berkumpul di jalan raya yang sekaligus menjadi halaman
rumah pondokan kami karena hampir semua rumah di Mekkah tidak memiliki halaman.
Pada saat itu ketua rombongan memutuskan untuk tidak menggunakan
kendaraan menuju masjidil haram tetapi lebih memilih untuk berjalan kaki dengan
tujuan agar para jemaah dapat mengenal medan yang dilalui karena selama kita
tinggal di Mekkah satu bulan lebih jalan
inilah yang akan kita lewati setiap waktu akan melaksanakan sholat dan
beribadah lainnya di Masjidil Haram.
Dengan iringan Talbiah
:
kami berjalan menuju Masjidil haram sambil
membayangkan seperti apa Masjidil Haram yang konon memiliki pintu hampir
seratus buah, dan bagaimana pula Kakbah yang menjadi kiblat sholat umat islam sedunia. Itulah yang terbayang didalam benak kami.
Perjalanan waktu
itu sungguh perjalanan yang menegangkan dan mendebarkan, namun kalimat talbiah yang membahana di
angkasa yang keluar dari setiap mulut jamaah itulah yang menyadarkan kami bahwa
saat ini kami sedang beribadah haji dan akan melaksanakan berbagai kewajiban
haji, menjalankan perintah Allah SWT. dan sunah Rasulullah SAW. Sehingga
akhirnya perjalanan 2,5 kilometer tanpa terasa dan ternyata kami sudah berada
di lorong-lorong menuju halaman Masjidil Haram, waktu itu kami tidak
memperhatikan sekeliling jalan yang kami lintasi apakah hotel, toko dan lainnya
yang ada didalam benak kami hanyalah “Masjidil Haram” dan “Kakbah”.
Waktu itu rombongan
kami sudah memasuki halaman Masjidil Haram dan siap menuju Pintu Masuk yang
bertuliskan “King Abdul Azes Gate” pintu utama memasuki Masjidil Haram.
Didepan pintu
rombongan kami berhenti untuk memanjatkan do’a yakni do’a masuk masjidil haram.
Ya Allah, Engkau sumber keselamatan dan
daripadamulah datangnya keselamatan.
Maka hidupkanlah kami wahai Tuhan dengan selamat sejahtera dan
masukkanlah kami kedalam surga negeri keselamatan. Maha banyak anugerahmu dan Maha Tinggi Engkau
Wahai Tuhan yang memiliki keagungan dan kehormatan. Ya Allah bukakanlah untukku pintu-pintu
rahmat-MU (aku masuk mesjid ini) dengan nama Allah disertai dengan segala puji
bagi Allah serta sholawat dan salam untuk Rasulullah SAW.
Do’a itu juga yang semestinya kita baca
sewaktu memasuki Masjid manapun termasuk di Tanah Air.
Secara beriringan
kami memasuki Masjidil Haram melalui Pintu yang bertuliskan “King Abdul Azes
Gate”, di depan pintu masjid terlihat asykar yang berjaga dan mengawasi setiap jemaah
yang masuk, kemudian kami membuka sandal dan memasukkan kedalam tas yang
sengaja dibuatkan khusus untuk tempat sandal atau barang bawaan lainnya,
diantara kami ada yang menyimpannya di tempat penyimpanan yang sudah disediakan
tetapi ada juga yang langsung membawanya karena tas yang kami bawa memiliki
tali yang digantung di pundak.
Secara perlahan kami
memasuki pelataran Masjidil Haram dengan hati yang berdebar bercampur
penasaran, tentunya penasaran yang berbeda dengan penasaran umumnya, sangat
berbeda juga dengan penasarannya remaja belasan tahun yang mau bertemu do’inya, akhirnya terlihatlah kakbah yang selama ini
kami bayangkan. Masya Allah kami
tertegun dengan rasa haru yang mendalam. Serasa berada di dunia lain karena
memang betul-betul berada di dunia lain, dunia yang dimuliakan tidak hanya oleh
Makhluk tetapi Allah sendiri memang mengkhususkan tempat kami sekarang berada,
dikatakan bahwa rumah yang bertama kali dibangun dimuka bumi ini sebagai tempat
ibadah adalah tempat yang saat ini kami berada ….Rasulullah SAW. Ketika
berhijrah ke Madinah pernah bersabda :
وَاللَّهِ إِنَّكِ لَخَيْرُ
أَرْضِ اللَّهِ وَأَحَبُّ أَرْضِ اللَّهِ إِلَيَّ وَاللَّهِ لَوْلَا أَنِّي
أُخْرِجْتُ مِنْكِ مَا خَرَجْتُ
Demi Allah, sesungguhnya engkau (Mekkah) adalah sebaik-baik bumi Allah dan bumi
yang paling dicintai Allah. Andaikata aku tidak diusir darimu, maka aku tidak
akan pernah keluar meninggalkanmu
Memang Kakbah secara lahirilah hanyalah sebuah bangunan sederhana tanpa
ornament yang menakjubkan sebagaimana bangunan yang dicap sebagai Keajaiban Dunia.
Kakbah secara fisik hanyalah bangunan kubus yang terbuat dari batu-batu hitam
keras yang tersusun dengan cara yang sederhana dengan kapur putih sebagai
penutup celah-celahnya, bahkan sungguh kontradiktif bila dibandingkan dengan
bangunan hotel yang mengitari Masjidil Haram seperti : Hotel Hilton Mekkah, Inter
Continental Dar Al Tauhid, Zam-zam Grand Suite, Al Marwa Hotel Rayhaan, apalagi
Makkah Clock Royal Tower, Namun bangunan sederhana tanpa dekorasi itu ternyata adalah Pusat Agama, Sholat, cinta,
hidup dan kematian kita. Pada bangunan sederhana itulah kaum muslimin
mengarahkan wajahnya didalam sholatnya, sebagai pusat eksistensi, keyakinan,
cinta dan kehidupan manusia bahkan kearah bangunan itulah kaum muslimin yang
mati dikuburkan.
Pada bangunan
sederhana itu kaum muslimin berkeliling yang seolah melupakan segala yang
dimiliknya, ditempat itu mereka menumpahkan perasaan, tangis dan air mata,
bersimpuh penuh pengharapan, merendahkan diri serendah-rendahnya.
Dalam sejarah, bahkan Abrahahpun heran dengan kakbah itu sehingga ia
berusaha menyaingi dengan membuat tempat peribadatan yang lebih megah dengan
ornament yang sangat mahal bahkan bagi penjiarah dijanjikan hadiah yang banyak,
tetapi tetap saja kakbah selalu ramai dikerumuni orang. Kedengkiannya semakin
besar sehingga ia bermaksud meruntuhkan kakbah dengan pasukan bergajahnya. Pada waktu itu ia menyangka akan mendapatkan
perlawanan hebat dari penduduk mekah yang tidak ingin rumah ibadahnya
dihancurkan. Setibanya di Mekah malah
mendapat tontonan yang membingungkan, tidak ada satupun penduduk Mekah yang
menjaga atau berusaha melindungi kakbah.
Bahkan Abdul Muthalib pembesar kaum quraisy pada waktu itu menghadap
kepada Abrahah hanya untuk mengambil unta-unta yang dirampas pasukan
Abrahah. Tentang ini Abdul Muthalib
kakek Rasulullah hanya menjawab singkat : “Unta-unta ini milik kami karena itu kami
harus mengambilnya kembali sedangkan kakbah adalah Rumah Allah, Dia sendirilah
yang memberikan penjagaan”. Ya…Kakbah
bukan milik siapa-siapa, dia milik Tuhan seutuhnya, tidak diberikan kepada
siapapun, tidak diamanahkan apalagi diwariskan. Pihak Kerajaan Arab Saudipun
diistilahkan sebagai Pelayan Dua Tanah Suci (Mekkah dan Madinah).
Kakbah adalah Rumah Allah tetapi kakbah tetap hanyalah bangunan, hanyalah
kumpulan batu gunung yang hitam
pekat. Kakbah bukanah tujuan kedatangan
para jamaah haji tetapi ada hal lain menjadi tujuan akhir perjalanan itu. Gerakan abadi yang dilakukan di seitarnya
adalah gerakan menuju Allah bukan menuju kakbah karena kedatangan kita adalah
memenuhi Undangan Allah SWT. Ternyata Kesederhanaan
kakbah menunjukkan betapa kemewahan dan kemegahan bukanlah tujuan hidup.
Maka Sebelum kami memulai tawap terlebih dahulu
berdo’a dengan do’a melihat kakbah :
“Ya Allah tambahkanlah kemuliaan, keagungan,
kehormatan dan wibawa pada Bait (Kakbah) ini.
Dan tambahkan pula orang-orang yang memuliakan, mengagungkan dan
menghormatinya diantara mereka yang berhaji atau yang berumrah dengan
kemuliaan, keagungan, kehormatan dan kebaikan”.
No comments:
Post a Comment