Didalam sebuah buku
yang sempat saya baca berjudul “Mukjizat Kakbah” karangan Zainurrofiq,
menjelaskan tentang bagaimana cara memfosisikan perasaan dan hati kita saat
kita memandang kakbah.
Didalam buku
tersebut diawali dengan sebuah cerita pengalaman pengarang sendiri “suatu hari
selepas sholat subuh, disamping kakbah seseorang sedang umrah pernah bertutur
kepada saya sambil menangis. Ia bertanya kepada saya dengan nada mengeluh,
mengapa saya tidak melihat dan merasakan sesuatu yang ajaib dalam perjalanan ke
kakbah ini ? sebaliknya, perasaan saya justru hampa. Saya hanya melihat tumpukan batu yang
diselimuti kain hitam, dan orang-orang tak henti-hentinya berdesakan
berkeliling di sekitarnya. Selain harus
berdesak-desakan terkadang saya juga tidak nyaman dengan suhu udara yang
panas”.
Sebelum menjawab
masalah yang terjadi pada jemaah tersebut, penulis buku terlebih dahulu
mengutarakan perasaannya : “Ternyata tanpa disadari banyak sekali orang
berdatangan dari seluruh penjuru dunia ke kota Mekkah dengan harapan akan
mendapatkan gelimangan berkah dan hikmah dari kakbah. Namun sesampainya disana tidak banyak yang
bisa mereka dapatkan kecuali hanya lelah dan gelisah. Belum lagi perasaan yang
timbul karena memikul beban ibadah yang berat, yang mau tidak mau harus kita lakukan. Maka munculah anggapan dan kesimpulan bahwa
Ibadah ke tanah suci adalah ibadah yang sangat berat. Kita tidak mampu menikmati ibadah sebagai
pendekatan diri kepada Allah SWT.
Padahal mereka adalah hamba-hamba yang telah dipilih oleh Allah SWT.
Untuk datang dan berada di tanah suci, tempat yang berbeda dengan tempat
lainnya yang ada di muka bumi ini.
Selanjutnya penulis
menjelaskan, bahwa Jawaban yang tepat untuk kondisi seperti di atas, bisa jadi
karena minimnya kita memahami hakikat ibadah di tanah suci sehingga hasil yang
didapatpun hanya sedikit. Kita
membutuhkan cara pandang yang tepat dalam melihat dan memosisikan kakbah, dibutuhkan pandangan hati yang bersih dan
tidak hanya mengandalkan pandangan kasat mata atau pikiran sadar saja, tetapi
kita harus melihat kakbah dengan kekuatan bawah sadar karena kekuatan bawah
sadar memiliki kemampuan 88% dibandingkan kekuatan pikiran sadar kita yang
hanya 12%. Umumnya para jemaah yang
datang ke kakbah hanya menggunakan pikiran sadarnya. Padahal akan lebih baik bila kita melihat
serta memosisikan kakbah dari sudut pandang alam bawah sadar yang kekuatannya
lebih besar. Kekuatan bawah sadar ini
secara umum dapat diimpelementasikan dalam bentuk perasaan, dan pikiran bawah
sadar inilah yang sering kita kategorikan sebagai hati.
Saat kita hanya
melihat kakbah atau bangunan suci lainnya yang ada didalam Al-Qur’an dan Hadis
dengan mata biasa, maka yang tampak dihadapan kita tidak lain hanya tumpukan
batu atau kain serta hiruk pikuk manusia yang terkadang membuat kita tidak
nyaman. Namun, jika kita mampu
melihatnya dengan mata hati, maka yang kita rasakan adalah gelombang ketenangan
dan kebahagiaan. Ketenangan dan
kebahagiaan ini bahkan mampu memupuk kualitas keimanan yang sudah ada didalam
benak kita.
Ketika kita
menyaksikan proses ibadah di Tanah Suci lewat kacamatan alam bawah sadar atau
dengan Hati, maka ketika kita melihat kubus hitam yang ada didalam masjidil
haram, secara otomatis kita akan Kontak dengan perasaan dan pemahaman bahwa
kita tengah berada dalam pusaran energi yang maha dahsyat. Kita akan membayangkan sedang berada tepat
dibawah Baitul Makmur, tempat ibadahnya para malaikat kepada Allah SWT. Berarti terbayang dalam penglihatan kita
tepat diatas kita para malaikat tak henti-hentinya bertawap mengabdi dan
beribadah kepada sang khalik, pencipta alam dan jasad kita. Betapa indah dan beruntungnya kita berada
dibawah pusaran energi tawap para malaikat Allah SWT.
Udara yang kita
hiruppun sungguh berbeda dengan udara yang kita hirup ditempat lain. Betapa tidak, tempat kita beribadah adalah
pusaran energi positip dari seluruh penjuru bumi. Dimanapun umat manusia berada, mereka melaksanakan
sholat dan berkiblat mengarah ke kakbah.
Seluruh energi positip ibadah tersebut diarahkan ke kakbah. Begitu juga di sekeliling kakbah, berjuta
orang tak henti-hentinya berkeliling membuat energi positip. Maka bisa
dibayangkan betapa besar energi yang akan mengubah struktur partikel tubuh
kita.
Saat tawaf semua
orang melafalkan kalimat Tayyibah (kalimat baik) dan zikir. Zikir memiliki kekuatan positip karena dengan
zikir akan memancarkan energi positip,
Sungguh sangat berlipat ganda energi keberkahan yang ada di tempat itu.
Pantaslah jika dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Hassan bin Athiyyah,
bahwa Allah menurunkan 120 Rahmat untuk Baitullah ini, yang diturunkaan setiap
hari. 60 diantaranya untuk orang-orang
yang bertawaf, 40 untuk orang yang sholat, dan 20 untuk orang yang memandangi
kakbah. Bahkan orang yang hanya melihat
Kakbah (tanpa berzikir, tidak membaca alqur’an, dan tidak sholat) sudah
mendapatkan rahmat dari Allah. Betapa besar Rahmat Allah yang diberikan pada
kita yang beruntung mengunjungi kakbah dan tempat suci lainnya.
Energ positip yang
berada disekitar kakbah yang didapatkan baik dari aktifitas sholat kaum
muslimin yang berkiblat ke kakbah maupun benda-benda yang ada di sekitarnya,
sesunggunya juga dapat bermanfaat sebagai Wasilah atau sarana bagi siapapun
untuk memperbaiki struktur energi tubuh agar terhindar dari berbagai macam
penyakit. Maka sebenarnya siapaun yang
mendekati kakbah, ia telah mendekati sumber energi positip yang maha dahsyat.
Namun kunci untuk
mendapatkan energi positip tersebut adalah kita harus mampu membuka mata hati
dengan sepenuh keyakinan dan keikhlasan.
Seseorang yang tidak yakin dan tidak ikhlas, sama saja dia tidak membuka
hatinya untuk mendapatkan resonansi energi positip dari kakbah.
Memang ternyata
setiap saat dari berbagai belahan dunia secara terus menerus mengumandangkan
azan dan kaum muslimin setiap saat melaksanakan sholat menghadap kakbah yang
tentu saja juga memancarkan energi positip. Tentang hal ini saya terkesan pada running
touch yang ditayangkan METRO TV saat kumadang azan magrib dengan tulisan :
Subhanallah, begitu banyak tanda -
tanda kebesaran-Nya
di alam semesta ini.
Adzan
telah dikumandangkan dari beribu surau dan masjid.
Dunia
memiliki perbedaan waktu antara satu wilayah dengan wilayah lain.
Sebelum
Adzan subuh sempat berkumandang di wilayah terbarat benua Afrika,Adzan Dhuhur
pun siap berkumandang menjelajah belahan dunia lainnya.
Sementara kumandang Adzan Dhuhur belum
sempat terdengar kembali di bagian timur Indonesia,
Adzan
Ashar telah siap menjelajah belahan dunia lainnya.
Saat gema Adzan Ashar belum selesai, Adzan
maghrib telah merambah Bumi ini. Selang beberapa saat Adzan Isya’ pun siap melanjutkan.
Ketika gema Adzan Isya’ belum selesai
di benua Amerika, Adzan Subuh sudah kembali terdengar di sebagian wilayah
Indonesia.
Seiring bergantinya siang dan malam ternyata Adzan akan selalu berkumandang di
bumi ini.
Tanpa kita sadari, para muadzin di
seluruh penjuru dunia ini tak henti -
hentinya bersahutan mengumandangkan adzan.
Insya Allah gema Adzan akan terus mengawal dunia
berputar hingga akhir zaman
No comments:
Post a Comment