WAKTU

Saturday, November 15, 2014

PERSIAPAN MENUJU MASJIDIL HARAM

P
agi itu adalah pagi pertama kami menghirup udara Mekkah, kami semua masih mengenakan pakaian ihram dan siap akan melaksanakan kewajiban haji dengan berkumpul di jalan raya yang sekaligus menjadi halaman rumah pondokan kami karena hampir semua rumah di Mekkah tidak memiliki halaman.
Pada saat itu ketua rombongan memutuskan untuk tidak menggunakan kendaraan menuju masjidil haram tetapi lebih memilih untuk berjalan kaki dengan tujuan agar para jemaah dapat mengenal medan yang dilalui karena selama kita tinggal di Mekkah satu bulan lebih jalan  inilah yang akan kita lewati setiap waktu akan melaksanakan sholat dan beribadah lainnya di Masjidil Haram.
Dengan iringan Talbiah :
kami berjalan menuju Masjidil haram sambil membayangkan seperti apa Masjidil Haram yang konon memiliki pintu hampir seratus buah, dan bagaimana pula Kakbah yang menjadi kiblat sholat umat islam sedunia.  Itulah yang terbayang didalam benak kami.
Perjalanan waktu itu sungguh perjalanan yang menegangkan dan mendebarkan,  namun kalimat talbiah yang membahana di angkasa yang keluar dari setiap mulut jamaah itulah yang menyadarkan kami bahwa saat ini kami sedang beribadah haji dan akan melaksanakan berbagai kewajiban haji, menjalankan perintah Allah SWT. dan sunah Rasulullah SAW. Sehingga akhirnya perjalanan 2,5 kilometer tanpa terasa dan ternyata kami sudah berada di lorong-lorong menuju halaman Masjidil Haram, waktu itu kami tidak memperhatikan sekeliling jalan yang kami lintasi apakah hotel, toko dan lainnya yang ada didalam benak kami hanyalah “Masjidil Haram” dan “Kakbah”.
Waktu itu rombongan kami sudah memasuki halaman Masjidil Haram dan siap menuju Pintu Masuk yang bertuliskan “King Abdul Azes Gate” pintu utama memasuki Masjidil Haram.
Didepan pintu rombongan kami berhenti untuk memanjatkan do’a yakni do’a masuk masjidil haram.









Ya Allah, Engkau sumber keselamatan dan daripadamulah datangnya keselamatan.  Maka hidupkanlah kami wahai Tuhan dengan selamat sejahtera dan masukkanlah kami kedalam surga negeri keselamatan.  Maha banyak anugerahmu dan Maha Tinggi Engkau Wahai Tuhan yang memiliki keagungan dan kehormatan.  Ya Allah bukakanlah untukku pintu-pintu rahmat-MU (aku masuk mesjid ini) dengan nama Allah disertai dengan segala puji bagi Allah serta sholawat dan salam untuk Rasulullah SAW.
Do’a itu juga yang semestinya kita baca sewaktu memasuki Masjid manapun termasuk di Tanah Air.
Secara beriringan kami memasuki Masjidil Haram melalui Pintu yang bertuliskan “King Abdul Azes Gate”, di depan pintu masjid terlihat asykar yang berjaga dan mengawasi setiap jemaah yang masuk, kemudian kami membuka sandal dan memasukkan kedalam tas yang sengaja dibuatkan khusus untuk tempat sandal atau barang bawaan lainnya, diantara kami ada yang menyimpannya di tempat penyimpanan yang sudah disediakan tetapi ada juga yang langsung membawanya karena tas yang kami bawa memiliki tali yang digantung di pundak.
Secara perlahan kami memasuki pelataran Masjidil Haram dengan hati yang berdebar bercampur penasaran, tentunya penasaran yang berbeda dengan penasaran umumnya, sangat berbeda juga dengan penasarannya remaja belasan tahun yang mau bertemu do’inya,   akhirnya terlihatlah kakbah yang selama ini kami bayangkan. Masya Allah kami tertegun dengan rasa haru yang mendalam. Serasa berada di dunia lain karena memang betul-betul berada di dunia lain, dunia yang dimuliakan tidak hanya oleh Makhluk tetapi Allah sendiri memang mengkhususkan tempat kami sekarang berada, dikatakan bahwa rumah yang bertama kali dibangun dimuka bumi ini sebagai tempat ibadah adalah tempat yang saat ini kami berada ….Rasulullah SAW. Ketika berhijrah ke Madinah pernah bersabda :
وَاللَّهِ إِنَّكِ لَخَيْرُ أَرْضِ اللَّهِ وَأَحَبُّ أَرْضِ اللَّهِ إِلَيَّ وَاللَّهِ لَوْلَا أَنِّي أُخْرِجْتُ مِنْكِ مَا خَرَجْتُ
Demi Allah, sesungguhnya engkau (Mekkah) adalah  sebaik-baik bumi Allah dan bumi yang paling dicintai Allah. Andaikata aku tidak diusir darimu, maka aku tidak akan pernah keluar meninggalkanmu
Memang Kakbah secara lahirilah hanyalah sebuah bangunan sederhana tanpa ornament yang menakjubkan sebagaimana bangunan yang dicap sebagai Keajaiban Dunia. Kakbah secara fisik hanyalah bangunan kubus yang terbuat dari batu-batu hitam keras yang tersusun dengan cara yang sederhana dengan kapur putih sebagai penutup celah-celahnya, bahkan sungguh kontradiktif bila dibandingkan dengan bangunan hotel yang mengitari Masjidil Haram seperti : Hotel Hilton Mekkah, Inter Continental Dar Al Tauhid, Zam-zam Grand Suite, Al Marwa Hotel Rayhaan, apalagi Makkah Clock Royal Tower, Namun bangunan sederhana tanpa dekorasi itu  ternyata adalah Pusat Agama, Sholat, cinta, hidup dan kematian kita. Pada bangunan sederhana itulah kaum muslimin mengarahkan wajahnya didalam sholatnya, sebagai pusat eksistensi, keyakinan, cinta dan kehidupan manusia bahkan kearah bangunan itulah kaum muslimin yang mati dikuburkan.
Pada bangunan sederhana itu kaum muslimin berkeliling yang seolah melupakan segala yang dimiliknya, ditempat itu mereka menumpahkan perasaan, tangis dan air mata, bersimpuh penuh pengharapan, merendahkan diri serendah-rendahnya.
Dalam sejarah, bahkan Abrahahpun heran dengan kakbah itu sehingga ia berusaha menyaingi dengan membuat tempat peribadatan yang lebih megah dengan ornament yang sangat mahal bahkan bagi penjiarah dijanjikan hadiah yang banyak, tetapi tetap saja kakbah selalu ramai dikerumuni orang. Kedengkiannya semakin besar sehingga ia bermaksud meruntuhkan kakbah dengan pasukan bergajahnya.  Pada waktu itu ia menyangka akan mendapatkan perlawanan hebat dari penduduk mekah yang tidak ingin rumah ibadahnya dihancurkan.  Setibanya di Mekah malah mendapat tontonan yang membingungkan, tidak ada satupun penduduk Mekah yang menjaga atau berusaha melindungi kakbah.  Bahkan Abdul Muthalib pembesar kaum quraisy pada waktu itu menghadap kepada Abrahah hanya untuk mengambil unta-unta yang dirampas pasukan Abrahah.  Tentang ini Abdul Muthalib kakek Rasulullah hanya menjawab singkat : “Unta-unta ini milik kami karena itu kami harus mengambilnya kembali sedangkan kakbah adalah Rumah Allah, Dia sendirilah yang memberikan penjagaan”.  Ya…Kakbah bukan milik siapa-siapa, dia milik Tuhan seutuhnya, tidak diberikan kepada siapapun, tidak diamanahkan apalagi diwariskan. Pihak Kerajaan Arab Saudipun diistilahkan sebagai Pelayan Dua Tanah Suci (Mekkah dan Madinah).
Kakbah adalah Rumah Allah tetapi kakbah tetap hanyalah bangunan, hanyalah kumpulan batu gunung  yang hitam pekat.  Kakbah bukanah tujuan kedatangan para jamaah haji tetapi ada hal lain menjadi tujuan akhir perjalanan itu.  Gerakan abadi yang dilakukan di seitarnya adalah gerakan menuju Allah bukan menuju kakbah karena kedatangan kita adalah memenuhi Undangan Allah SWT.  Ternyata Kesederhanaan kakbah menunjukkan betapa kemewahan dan kemegahan bukanlah tujuan hidup. 
Maka Sebelum kami memulai tawap terlebih dahulu berdo’a dengan do’a melihat kakbah :








“Ya Allah tambahkanlah kemuliaan, keagungan, kehormatan dan wibawa pada Bait (Kakbah) ini.  Dan tambahkan pula orang-orang yang memuliakan, mengagungkan dan menghormatinya diantara mereka yang berhaji atau yang berumrah dengan kemuliaan, keagungan, kehormatan dan kebaikan”. 

No comments:

Post a Comment